Minggu, 13 September 2009

Obat Tradisional untuk Hipertensi, Amankah?


MINUM kapsul obat tradisional untuk mengatasi hipertensi belum tentu aman. Bila penggunaannya tanpa konsultasi atau pengawasan dengan dokter, bisa jadi kesehatan dan nyawa Anda akan terancam.

Permasalahannya adalah kini banyak obat tradisional yangberedar di pasaran. Apakah pemerintah mengawasi penggunaan obat tradisional Adakah peraturan mengenai obat tradisional dan apakah obat tradisional yang sudah beredar diakui manfaatnya oleh pemerintah?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut mengemuka dalam rubrik Konsultasi Kesehatan Harian Kompas yang diasuh dr Samsuridjal Djauzi. Berikut tanya jawab selengkapnya :

Saya penderita hipertensi berumur 62 tahun. Saya teratur minum obat hipertensi selama 10 tahun ini.

Obat saya dua macam, menurut dokter untuk menurunkan tekanan darah dan salah satu di antaranya menjaga jantung. Saya tak ada masalah dengan biaya pengobatan karena saya anggota asuransi. Perusahaan asuransi membayar biaya pengobatan, termasuk konsultasi dokter, pemeriksaan laboratorium, dan obat yang harus digunakan.

Tekanan darah dapat ditekan menjadi normal, sistolik berkisar antara 120 dan 130 dan diastolik 80. Menurut dokter, saya harus mempertahankan tekanan darah agar terhindar dari komplikasi tak diinginkan. Setahu saya komplikasi hipertensi dapat berupa stroke dan serangan jantung.

Sekitar enam bulan lalu saya terpengaruh teman. Dia juga menderita hipertensi dan tampak sehat dengan menggunakan obat tradisional. Saya disuruh meminum kapsul obat tradisional mengandung bawang putih dan beberapa ramuan lain. Karena sudah mulai bosan minum obat darah tinggi, saya mencoba minum obat tradisional tersebut. Saya juga mengurangi konsumsi makanan yang asin dan rajin berenang.

Saya merasa segar dan sehat, tak mengalami sakit kepala atau gejala hipertensi lain. Setelah tiga bulan minum obat tradisional, saya kontrol ke dokter. Alangkah terkejutnya saya karena tekanan darah sudah menjadi 190/110.

Dokter hampir tak percaya dan mengulangi pemeriksaan tekanan darah berkali-kali. Setelah saya jelaskan saya menghentikan minum obat hipertensi barulah beliau mengerti. Dokter menekankan pentingnya minum obat teratur dan memeriksakan tekanan darah teratur pula. Menurut beliau, gejala hipertensi amat individual sehingga saya tak merasa apa-apa meski tekanan darah sudah tinggi. Tekanan darah setinggi itu menurut beliau amat berisiko bagi saya yang sudah berumur 62 tahun.

Pengalaman ini mengajarkan kepada saya untuk berhati- hati minum obat tradisional. Sekarang saya sudah kembali ke obat hipertensi dan syukurlah tekanan darah sudah kembali terkendali.

Pertanyaan saya, apakah pemerintah mengawasi penggunaan obat tradisional karena apa yang saya alami mungkin juga dialami penderita lain? Adakah peraturan mengenai obat tradisional dan apakah obat tradisional yang sudah beredar diakui manfaatnya oleh pemerintah? Saya melihat di toko obat banyak obat penurun kolesterol, asam urat, bahkan obat kanker dan obat-obat tersebut terdaftar di Depkes. Terima kasih atas perhatian Dokter.

M di J

Pertanyaan Anda amat penting karena menyangkut kepentingan orang banyak. Selain itu, ternyata bulan Mei ini merupakan Hari Hipertensi Sedunia sehingga amat relevan kita membahas hipertensi.

Kali ini Hari Hipertensi Sedunia bertema kenali tekanan darah Anda. Artinya, kita dianjurkan mengetahui apakah tekanan darah kita normal atau tinggi. Banyak sekali orang tak mengetahui sesungguhnya dia penderita darah tinggi. Karena tidak tahu tentu tidak diobati sehingga dalam jangka lama dapat terjadi penyulit berupa gangguan jantung, stroke, atau gangguan ginjal. Selain itu, pengobatan hipertensi terdiri dari pengobatan farmakologi dan nonfarmakologi.

Pengobatan nonfarmakologi antara lain menjaga berat badan, menghindari konsumsi garam berlebihan, mengurangi konsumsi lemak, dan berolahraga. Upaya ini harus diamalkan di samping pengobatan farmakologi berupa obat hipertensi untuk mengendalikan tekanan darah serta menghindari komplikasi hipertensi.

Kekerapan penyakit hipertensi cukup tinggi, di negara sekitar 10 persen, bahkan di beberapa daerah lebih tinggi. Pada aras global, satu dari empat orang dewasa diduga menderita hipertensi.

Hipertensi merupakan pembunuh yang diam-diam menimbulkan korban, jumlahnya jutaan orang tiap tahun. Karena itu, kita perlu peduli terhadap hipertensi dan tahu tekanan darah kita.

Bagi pembaca yang belum pernah mengukur tekanan darah amat dianjurkan melakukan pemeriksaan. Jika tekanan darah normal, dianjurkan secara berkala mengukur tekanan darah, sedikitnya setahun sekali. Sedangkan jika tekanan darah tinggi dianjurkan berkonsultasi dengan dokter untuk merencanakan pengendalian hipertensi.

Pengendalian ini penting karena jika terjadi penyulit, biaya terapi mahal dan bahkan penyulit tersebut dapat mengancam nyawa. Penyulit yang dapat timbul adalah stroke yang dapat mengancam nyawa atau menimbulkan kecacatan. Sedangkan penyulit pada jantung dapat berupa gagal jantung yang biaya pengobatannya juga mahal. Cuci darah mungkin diperlukan pada kelainan ginjal akibat hipertensi. Karena itu, dengan pengendalian dini diharapkan penyulit tersebut dapat dihindari.

Lebih dari 90 persen hipertensi merupakan hipertensi esensial, artinya penyebabnya tidak diketahui sehingga terapi hipertensi pada keadaan ini perlu dilakukan terus-menerus sepanjang hayat. Pengendalian terapi perlu dinilai secara klinis dan pengukuran tekanan darah secara teratur.

Sebenarnya ilmu kedokteran modern amat toleran pada pengobatan tradisional. Kedokteran modern mengakui, pengobatan tradisional telah memelihara kesehatan masyarakat ratusan tahun sampai ditemukan obat-obat antibiotika, obat diabetes melitus, obat hipertensi, obat kolesterol, obat kanker, dan lain-lain.

Kita tahu obat kimiawi kebanyakan baru ditemukan pada awal abad ke-20. Dengan tersedianya obat-obat yang didasarkan pada penelitian, kita sekarang telah berada dalam era evidence based medicine (praktik kedokteran yang didasarkan pada bukti sahih).

Jadi, obat tradisional boleh saja digunakan sepanjang menunjukkan hasil nyata. Hasil ini biasanya diteliti melalui uji klinik. Anda telah menceritakan pengalaman menggunakan obat tradisional yang kurang bermanfaat dalam mengendalikan hipertensi. Pengalaman ini hendaknya menjadikan Anda berhati-hati dan kritis dalam menggunakan obat.

Obat yang beredar di Indonesia diawasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM). Label terdaftar di Departemen Kesehatan pada obat tradisional tidak menjamin obat tersebut telah diuji klinis. Dalam menggunakan obat tradisional memang diperlukan pengawasan pemerintah, tetapi lebih penting lagi masyarakat sendiri harus kritis dan jika perlu dapat meminta informasi kepada instansi berwenang atau dokter keluarga.

Potensi obat di negeri kita, baik tradisional maupun modern, perlu dikembangkan, tetapi penggunaan dan pemasarannya hendaknya mempertimbangkan kepentingan masyarakat.

Saya merasa senang hipertensi Anda sudah terkendali, tetapi Anda juga diharapkan menjadi relawan kesehatan untuk keluarga. Bagaimana dengan tekanan darah istri, anak-anak, dan jika perlu sahabat-sahabat Anda. Anjurkanlah mereka memeriksakan tekanan darah. Terima kasih.


Sumber :

Konsultasi Kesehatan dr Samsuridjal Djauzi

http://perempuan.kompas.com/read/xml/2008/06/08/16593389/obat.tradisional.untuk.hipertensi.amankah

13 September 2009

Sumber Gambar:

http://jama.ama-assn.org/content/vol299/issue24/images/medium/jpg0625f1.jpg

Tekanan Darah Tinggi

Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. Tekanan darah yang selalu tinggi adalah salah satu faktor resiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung dan aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis.


Tekanan Darah

Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai "normal". Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu.


Klasifikasi

Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa

Kategori - Tekanan Darah Sistolik - Tekanan Darah Diastolik
Normal - <>= 160 mmHg (atau) - >= 100 mmHg

Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut.
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis.

Dalam pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit ginjal, penelitian telah menunjukkan bahwa tekanan darah di atas 130/80 mmHg harus dianggap sebagai faktor resiko dan sebaiknya diberikan perawatan.


Pengaturan Tekanan Darah

Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
1. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya
2. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi "vasokonstriksi", yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
3. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.

Sebaliknya, jika:
1. Aktivitas memompa jantung berkurang
2. Arteri mengalami pelebaran
3. Banyak cairan keluar dari sirkulasi
Maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil.

Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis).

Perubahan fungsi ginjal
Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:
1. Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke normal.
2. Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal.
3. Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensi, yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron.

Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah; karena itu berbagai penyakit dan kelainan pda ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi.
Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi.
Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah.

Sistem saraf otonom
Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom, yang untuk sementara waktu akan:
1. meningkatkan tekanan darah selama respon fight-or-flight (reaksi fisik tubuh terhadap ancaman dari luar)
2. meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung; juga mempersempit sebagian besar arteriola, tetapi memperlebar arteriola di daerah tertentu (misalnya otot rangka, yang memerlukan pasokan darah yang lebih banyak)
3. mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan volume darah dalam tubuh
4. melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin), yang merangsang jantung dan pembuluh darah.


Gejala

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.

Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
1. sakit kepala
2. kelelahan
3. mual
4. muntah
5. sesak nafas
6. gelisah
7. pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.


Penyebab Hipertensi

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi).
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari adanya penyakit lain.

Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah.

Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).
Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin).

Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), stres, alkohol atau garam dalam makanan; bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan yang diturunkan. Stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu, jika stres telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali normal.

Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:

Penyakit Ginjal
1. Stenosis arteri renalis
2. Pielonefritis
3. Glomerulonefritis
4. Tumor-tumor ginjal
5. Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
6. Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
7. Terapi penyinaran yang mengenai ginjal

Kelainan Hormonal
1. Hiperaldosteronisme
2. Sindroma Cushing
3. Feokromositoma

Obat-obatan
1. Pil KB
2. Kortikosteroid
3. Siklosporin
4. Eritropoietin
5. Kokain
7. Penyalahgunaan alkohol
8. Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)

Penyebab Lainnya
1. Koartasio aorta
2. Preeklamsi pada kehamilan
3. Porfiria intermiten akut
4. Keracunan timbal akut.


Obat Tradisional

1. murbei
2. daun cincau hijau
3. seladri (tidak boleh lebih 1-10 gr per hari, karena dapat menyebabkan penurunan tekanan darah secara drastis)
4. bawang putih (tidak boleh lebih dari 3-5 siung sehari)
5. daun misai kucing
6. minuman serai. teh serai yang kering atau serai basah(fresh) diminum 3 kali sehari. Dalam seminggu dapat nampak penurunan tekanan darah tinggi

Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Tekanan_darah_tinggi
13 September 2009

Cegah Hipertensi, Disfungsi Ereksi Menyingkir

Pria usia di atas 40 tahun dianjurkan mewaspadai beberapa gangguan kesehatan yang bisa mengakibatkan disfungsi ereksi (DE), terutama penyakit kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah) seperti hipertensi (darah tinggi), dislipidemia, hiperkolesterolemia.

"Disfungsi ereksi erat hubungannya dengan penyakit kardiovaskular," kata ahli jantung dan pembuluh darah dari Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Santoso Karokaro, dalam seminar bertema Waspadai Penyakit Kardiovaskular yang Mengakibatkan Disfungsi Ereksi, Kamis (19/2), di Jakarta.

Sejauh ini, terdapat prevalensi yang tinggi pada kondisi gangguan kardiovaskular yang dialami pria dengan disfungsi ereksi. Sebanyak 64 persen dari pria yang dilaporkan DE setidaknya memiliki satu atau lebih dari kondisi-kondisi berikut hipertensi, sakit jantung kronis/angina, tingginya tingkat kolesterol, diabetes, dan depresi.

Menurut Santoso, meningkatnya tekanan darah dan kolesterol (dislipidemia) dalam tubuh akan mengakibatkan menyempitnya pembuluh darah dan sebagaimana ukuran pembuluh darah yang mengalirkan darah ke penis menyempit. Gangguan DE juga dapat merupakan manifestasi awal dari aterosklerosis (pengerasan dan pengecilan pembuluh darah).

Karena itu, mencegah munculnya penyakit kardiovaskular menyelamatkan seseorang dari DE. Faktor-faktor risiko antara lain merokok, tekanan darah tinggi, dan kolesterol tinggi yang dapat menyebabkan terjadinya aterosklerosis (penimbunan deposit lemak pada arteri) harus dihindari.

Pengobatan untuk mendapatkan kehidupan seksual yang normal kembali tentu saja sangat penting bagi kebanyakan penderita DE, baik itu dengan penyakit-penyakit penyebabnya, maupun tidak. Hasil survei yang ada memperlihatkan, pria mementingkan mencari pengobatan bagi DE yang menjamin ereksi lebih cepat dan lama. Padahal, keseluruhan kondisi fungsi tubuh memerankan fungsi yang cukup signifikan bagi penderita DE.
- 19 Februari 2009

Sumber :
Evy Rachmawati
http://kesehatan.kompas.com/read/xml/2009/02/19/21594095/cegah.hipertensi.disfungsi.ereksi.menyingkir
13 September 2009

Cegah Hipertensi dengan Pola Makan

Perubahan pola makan menjurus ke sajian siap santap yang mengandung lemak, protein, dan garam tinggi tapi rendah serat pangan (dietary fiber), membawa konsekuensi terhadap berkembangnya penyakit degeneratif (jantung, diabetes mellitus, aneka kanker, osteoporosis, dan hipertensi.

Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 menunjukkan prevalensi penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi di Indonesia cukup tinggi, yaitu 83 per 1.000 anggota rumah tangga. Pada umumnya perempuan lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan pria.

Prevalensinya di daerah luar Jawa dan Bali lebih besar dibandingkan di kedua pulau itu. Hal tersebut terkait erat dengan pola makan, terutama konsumsi garam, yang umumnya lebih tinggi di luar Pulau Jawa dan Bali. Pengaturan menu bagi penderita hipertensi dapat dilakukan dengan empat cara.

Cara pertama adalah diet rendah garam, yang terdiri dari diet ringan (konsumsi garam 3,75-7,5 gram per hari), menengah (1,25-3,75 gram per hari) dan berat (kurang dari 1,25 gram per hari).
Cara kedua, diet rendah kolesterol dan lemak terbatas. Cara ketiga, diet tinggi serat. Dan keempat, diet rendah energi (bagi yang kegemukan).


Jenis Hipertensi

Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease. Umumnya penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Penyakit ini dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur dan kelompok sosial-ekonomi.
Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu primer dan sekunder. Hipertensi primer artinya hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dengan jelas.
Berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer, seperti bertambahnya umur, stres psikologis, dan hereditas (keturunan). Sekitar 90 persen pasien hipertensi diperkirakan termasuk dalam kategori ini.

Golongan kedua adalah hipertensi sekunder yang penyebabnya boleh dikatakan telah pasti, misalnya ginjal yang tidak berfungsi, pemakaian kontrasepsi oral, dan terganggunya keseimbangan hormon yang merupakan faktor pengatur tekanan darah.
Faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan atas yang tidak dapat dikontrol (seperti keturunan, jenis kelamin, dan umur) dan yang dapat dikontrol (seperti kegemukan, kurang olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam). Hipertensi dapat dicegah dengan pengaturan pola makan yang baik dan aktivitas fisik yang cukup.
Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik/diastoliknya melebihi 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg). Sistolik adalah tekanan darah pada saat jantung memompa darah ke dalam pembuluh nadi (saat jantung mengkerut). Diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung mengembang dan menyedot darah kembali (pembuluh nadi mengempis kosong).

Tekanan darah normal (normotensif) sangat dibutuhkan untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuh, yaitu untuk mengangkut oksigen dan zat-zat gizi. Berdasarkan diastolik dan sistolik, penggolongan tekanan darah serta saran yang dianjurkan adalah seperti pada Tabel 1.

Mekanisme Terjadinya Hipertensi Gejala-gejala hipertensi antara lain pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal, dan lain-lain. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi adalah kerusakan ginjal, pendarahan pada selaput bening (retina mata), pecahnya pembuluh darah di otak, serta kelumpuhan.

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati.

Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.

Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah. Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.

Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.


Ambang Batas Rasa

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, natrium memegang peranan penting terhadap timbulnya hipertensi. Natrium dan klorida merupakan ion utama cairan ekstraseluler.
Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya, cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.

Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap masakan (monosodium glutamat = MSG), dan sodium karbonat.

Konsumsi garam dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari, setara dengan satu sendok teh. Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena budaya masak-memasak masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam.
Indra perasa kita sejak kanak-kanak telah dibiasakan untuk memiliki ambang batas yang tinggi terhadap rasa asin, sehingga sulit untuk dapat menerima makanan yang agak tawar. Konsumsi garam ini sulit dikontrol, terutama jika kita terbiasa mengonsumsi makanan di luar rumah (warung, restoran, hotel, dan lain-lain).

Sumber natrium yang juga perlu diwaspadai adalah yang berasal dari penyedap masakan (MSG). Budaya penggunaan MSG sudah sampai pada taraf yang sangat mengkhawatirkan. Hampir semua ibu rumah tangga, penjual makanan, dan penyedia jasa katering selalu menggunakannya. Penggunaan MSG di Indonesia sudah begitu bebasnya, sehingga penjual bakso, bubur ayam, soto, dan lain-lain, dengan seenaknya menambahkannya ke dalam mangkok tanpa takaran yang jelas.


Imbangi Kalium

Berbeda halnya dengan natrium, kalium (potassium) merupakan ion utama di dalam cairan intraseluler. Cara kerja kalium adalah kebalikan dari natrium. Konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya di dalam cairan intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan menurunkan tekanan darah.
Dengan demikian, konsumsi natrium perlu diimbangi dengan kalium. Rasio konsumsi natrium dan kalium yang dianjurkan adalah 1:1. Sumber kalium yang baik adalah buah-buahan, seperti pisang, jeruk, dan lain-lain. Secara alami, banyak bahan pangan yang memiliki kandungan kalium dengan rasio lebih tinggi dibandingkan dengan natrium. Rasio tersebut kemudian menjadi terbalik akibat proses pengolahan yang banyak menambahkan garam ke dalamnya.

Sebagai contoh, rasio kalium terhadap natrium pada tomat segar adalah 100:1, menjadi 10:6 pada tomat kaleng dan 1:28 pada saus tomat. Contoh lain adalah rasio kalium terhadap natrium pada kentang bakar 100:1, menjadi 10:9 pada keripik, dan 1:1,7 salad kentang.

Dari data tersebut tampak bahwa proses pengolahan menyebabkan tingginya kadar natrium di dalam bahan, sehingga cenderung menaikkan tekanan darah.

Sumber :
Prof. DR. Ir. Made Astawan, MS.Guru Besar Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi IPB
http://www.depkes.go.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&artid=20&Itemid=3
13 September 2009

Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah sebuah kondisi medis saat seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan risiko kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas).

Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena penderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksakan tekanan darahnya. Padahal bila terjadi hipertensi terus menerus bisa memicu stroke, serangan jantung, gagal jantung dan merupakan penyebab utama gagal ginjal kronik. Siapapun bisa menderita hipertensi, dari berbagai kelompok umur dan kelompok sosial-ekonomi.

Sebetulnya batas antara tekanan darah normal dan tekanan darah tinggi tidaklah jelas, menurut WHO, di dalam guidelines terakhir tahun 1999, batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah bila tekanan darah kurang dari 130/85 mmHg, sedangkan bila lebih dari 140/90 mmHG dinyatakan sebagai hipertensi; dan di antara nilai tersebut dikategorikan sebagai normal-tinggi (batasan tersebut diperuntukkan bagi individu dewasa di atas 18 tahun).

Hipertensi, menurut penyebabnya, dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

Hipertensi esensial atau primer adalah hipertensi yang tidak/belum diketahui penyebabnya, sekitar 90% penderita hipertensi adalah hipertensi primer.
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara lain kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme), dan lain lain.

Faktor pemicu terjadinya Hipertensi

Faktor Keturunan
Pada 70-80% kasus hipertensi esensial, didapatkan riwayat hipertensi di dalam keluarga. Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita hipertensi. Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran memicu hipertensi.

Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan seperti stres, kegemukan (obesitas) dan kurang olahraga juga berpengaruh memicu hipertensi esensial. Hubungan antara stres dengan hipertensi, diduga terjadi melalui aktivasi saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas). Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.

Kegemukan
Merupakan ciri khas dari populasi hipertensi. Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal.

Sumber :
http://www.conectique.com/tips_solution/health/disease/article.php?article_id=4883
13 September 2009

Memahami Batasan Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merambah hampir ke semua golongan masyarakat di seluruh dunia. Jumlah mereka yang menderita hipertensi terus bertambah.
Terdapat sekitar 50 juta (21,7%) orang dewasa Amerika yang menderita hipertensi, Thailand 17%, Vietnam 34,6%, Singapura 24,9%, Malaysia 29,9%. Di Indonesia, prevalensi hipertensi berkisar 6-15%. Namun, terdapat hasil survey yang ekstrim rendah yaitu di lembah Balim, Pegunungan Jaya Wijaya, yang hanya 0,6%. Lalu untuk ekstrim tinggi di Talang. Sumatra Barat 17,8%.

Menurut perkiraan, sekitar 30% penduduk dunia tidak terdiagnosa adanya hipertensi (underdiagnosed condition). Hal ini disebabkan tidak adanya gejala atau dengan gejala ringan bagi mereka yang menderita hipertensi. Sedangkan, hipertensi ini sudah dipastikan dapat merusak organ tubuh, seperti jantung (70% penderita hipertensi akan merusak jantung), ginjal, otak, mata serta organ tubuh lainnya. Sehingga, hipertensi disebut sebagai silent killer.

Sebagian besar penyebab dari hipertensi (95%) tidak diketahui dan disebut hipertensi kronis atau hipertensi esensiel. Hanya sebagian kecil (5%) penderita hipertensi yang diketahui penyebabnya, yaitu akibat penyakit lain di tubuh diantaranya koartasio aorta, kelainan ginjal dan lainnya. Hipertensi jenis ini disebut sebagai hipertensi sekunder.


Tidak Tahu

Umumnya, masyarakat awam mengetahui seseorang menderita hipertensi jika tekanan darah lebih tinggi dari 160/90 mmHg (hal ini sesuai definisi hipertensi dari WHO, pada 20 tahun yang lalu). Yang lebih parah lagi, masih banyak masyarakat yang menganut sistim seratus ditambah usia, maksudnya seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darahnya diatas 100 + usia (misalkan usia 70 tahun, maka tekanan darah 100 + 70 = 170 sistolik, masih dianggap normal. Diatas nilai tesebut baru dikatakan menderita hipertensi). Sekarang nilai atau batasan hipertensi sudah berubah yaitu tekanan darah dikatakan normal apabila < 120/80 mmHg, pre-hipertensi 120-139/80-99 mmHg, hipertensi derajat 1: 140-159 / 90-99 mmHg, hipertensi derajat 2 : > 160/90 mmHg.

Batasan ini ditetapkan dan dikenal dengan ketetapan JNC VII (The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of Hight Blood Pressure).

Ketetapan ini juga telah disepakati Badan Kesehatan Dunia (WHO), organisasi hipertensi International (ISH), maupun organisasi hipertensi regional, termasuk Indonesia (InaSH).

Dari batasan tersebut terlihat bahwa mereka yang mempunyai tekanan darah normal yaitu apabila tekanan darahnya lebih rendah dari 120/80 mmHg, diatas dari batasan tersebut sudah masuk dalam kategori pre-hipertensi dan atau hipertensi.

Dengan penjelasan ini diharapkan masyarakat sudah dapat mengetahui, masing-masing individu telah masuk dalam kategori hipertensi atau belum. Sehingga, dapat segera melakukan tindakan atau pencegahan dini agar dampak hipertensi tidak terlanjur lebih berat bagi kesehatan kita. (artikel sejenis klik disini)

Sumber :
Dr. H.M.Edial Sanif, SpJP.FIHA. Mitra Dialog. April 2009. Dalam :
http://nusantarasehat.com/?p=216
13 September 2009

Hipertensi Penyakit Pembunuh Ketiga

Hipertensi saat ini terdaftar sebagai penyakit pembunuh ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Penyakit ini sangat terkait dengan pola hidup seseorang. "Banyak sekali makanan yang rasanya nikmat, tapi tidak menyehatkan," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Departemen Kesehatan, Lily Sulistyowati saat dihubungi Tempo, pagi ini.

Celakanya, pola konsumsi makan itu kini menjangkiti generasi muda. "Anak-anak muda sudah terbiasa mengkonsumsi makanan siap saji yang kebanyakan tidak sehat," ujar Lily.

Makanan jenis ini tersebar di berbagai gerai, mudah didapatkan, digandrungi, namun berkolestrol tinggi. Bila pola makan dan pola hidup tak sehat terus berlanjut, dalam lima tahun seseorang bisa merasakan efeknya. Umur di bawah 40 tahun pun bisa terserang hipertensi.

Hipertensi juga terkait faktor genetik. "Bila orangtua memiliki kecenderungan hipertensi, kemungkinan akan menurun pula ke anaknya," kata Lily mengingatkan. Untuk mencegah hipertensi, harus rajin berolahraga dan mengonsumsi asupan gizi yang seimbang. Hindari pula makanan yang asin.

Di Indonesia, hipertensi bisa pula menjangkiti suku tertentu. Lily mencontohkan di Sumatera Barat yang bahkan memiliki rumah sakit khusus stroke. "Jenis makanan padang banyak yang mengandung kolesterol," ujarnya.

Hari ini, mulai pukul 09.30, Rumah Sakit Harapan Kita di Slipi, Jakarta Barat menjadi tempat puncak peringatak Hari Hipertensi Sedunia yang jatuh pada 17 Mei. Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari akan menghadiri pula acara di rumah sakit tempat dia pernah menjadi ahli jantung itu. Tahun ini, Indonesia menetapkan 17 Mei sebagai Hari Hipertensi Nasional.

Berbagai kegiatan akan mengisi peringatan Hari Hipertensi ini. Beberapa ahli jantung akan mempresentasikan makalah dan memberikan informasi terkait hubungan hipertensi dengan penyakit kardiovaskuler, sistem syaraf, ginjal dan asupan nutrisi. Selain itu, akan ada pula demo masak dengan menu makanan sehat untuk menghindari hipertensi.
- 29 Mei 2007

Sumber :
IBNU RUSYDI | REH A SUSANTI
http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2007/05/29/brk,20070529-100830,id.html
13 September 2009